Kemarin sore sepulang kerja, Ayah
membawakan sebuah alat musik kesukaanku. Ayah sengaja memberi kejutan di
hari baik itu karena Aku telah meraih juara satu. Riang rasanya hati
ini. Betapa tidak, mendapat pemberian langsung dari laki-laki nomor satu
di dunia yang tulus mencintai. Reaksi Ayah pun begitu senang ketika
melihat raut wajahku merah merona bahagia. Terima kasih ayah atas hadiah
yang telah kau berikan. Rasa syukur ku padamu tak pernah hilang
sedikitpun.
Hari semakin sore, semakin larut, semakin pagi dan mentari pun tak sabar
menampakkan sinarnya. Terima kasih Tuhan, Aku bisa merasakan milyaran
nikmat-Mu di pagi ini. Begitu pun dengan Ayah yang semangat mengawali
hari. Wajah tampannya terlihat memesona karena alam pun bercahaya.
Pagi itu Ayah bergegas ke teras rumah sembari mengeluarkan kendaraan
kesayangannya untuk dipanaskan. Aku pun dengan centil mendekat perlahan
dan membisikkan suara halus di telinganya.
"Ayah, minggu depan Aku ingin
mengikuti festival sepeda di sekolah. Jika Aku tak dibelikan sepeda,
pinjam pun tak apa yah." Bisikku.
"Ya Sayang, doakan Ayah agar bisa membelikan sepeda minggu ini." Jawab Ayah sembari mengusap-usap rambutku.
Oh Tuhan, ternyata Aku larut dalam lamunan. Sejak kepergiannya 15 tahun
yang lalu. Ayah belum sempat membelikan Aku sepeda. Bukan Aku ingin
menagih janjimu Ayah. Tapi Aku ingin mendekap erat hangat tubuhmu sekali
lagi sebelum semuanya benar-benar abadi di surga.
Ayah, tak kuasa Aku menitikkan air mata dan menyembuhkan rindu di dalam
rongga dada ini. Walau begitu tenanglah Ayah, saat ini aku bahagia.
Bersama Ibu, Adik-adik dan orang-orang yang ikhlas menyayangi Aku. Ayah,
walau kita berada di alam yang berbeda. Ijinkan aku untuk selalu
merindukanmu dibalik setiap doa yang mengudara.
Terkadang Aku ingin mengadu, bercerita tentang dunia dan mencurahkan
segala isi hati yang mungkin tak semua orang mengerti. Bukannya Aku
mengeluh menjalani hidup ini Yah, tapi terkadang Aku lemah menghadapi
terpaan badai yang kian menyerang. Rasanya butuh pundakmu untuk
bersandar ketika kepala ini terasa berat.
Waktu mengalir perlahan namun begitu cepat. Ayah, tak terasa 15 tahun
sudah berlalu. Aku sekarang sudah tumbuh dewasa, cantik, pintar dan
sholihah. Tak hanya itu, aku menjadi sangat berprestasi sekarang. Bukan
kah ini cita-cita yang selama ini Ayah inginkan? Sebisa dan semampu
mungkin Aku ingin membuat Ayah bahagia di surga sana. Ayah tak usah
khawatir. Ibu disini juga merasakan hal yang sama. Bangga memiliki
anak-anak buah hati kalian.
Ayah lihatlah, Senyumku mulai melebar sekarang. Aku lebih bisa
menghargai dan menyayangi orang-orang yang tulus memberikan kasih sayang
tanpa pamrih. Aku juga lebih bisa menghargai waktu, karena ketika waktu
telah berlalu, semuanya mustahil akan kembali. Doaku terus mengudara
agar Ayah kekal bahagia disana.
Salam dari anakmu yang rindunya terus menggebu.
Untukmu Ayahku.